KATAKAN PADA TUHAN AKU BELUM SIAP (Cerpen) Karya SPA



Sam akhir-akhir ini aku tumbang karena penyakit yang sudah menjalar menggerogoti tubuh ini. Sepertinya aku benar-benar tak lagi sanggup menatap keceriaan wajahmu seperti tahun-tahun awal kita bertemu. Dalam cobaan yang memaksa diriku untuk berbaring tanpa daya di kamar ini kupaksakan menggoreskan tinta pada kertas sebagai ungkapan kasih terhadapmu. Memang sangat berat ketika jari-jemari ini menyeret pena untuk menuliskan kata demi kata karena memang rapuhnya badan tak dapat diukur dengan tinta dan barisan kata-kata.

Sejak didiagnosis menderita kanker Limfoblastik leukemia akut tiga tahun yang lalu. Sejak itu aku merasa dunia benar-benar runtuh bagiku. Aku benar-benar tidak tahan jika harus menikmati tindakan medis berupa cuci darah atau pun kemoterapi yang membuat tulang-beluang ini serasa tercabik dari dagingnya. Aku sadar tindakan medis apapun hanya akan memperpanjang sedikit masa hidupku bukan menyembuhkanku. Harusnya aku optimis Sam, karena kamu selalu ada buatku. Tapi nyatanya aku benar-benar tidak lagi tahan dengan segala siksaan yang mendera pada tubuhku yang kian rapuh ini.

Sam, aku sudah mencoba tegar dan menguatkan langkah kakiku. Tapi, aku benar-benar muak untuk terlihat menjadi kuat! Aku muak berpura-pura menjadi seorang yang tampak kuat. Aku juga sudah lelah jika harus seolah-olah aku ini bukan orang yang lemah dan percaya akan sembuh, karena nyatanya penyakit semakin ganas menggerogoti tubuhku. Aku lelah dalam kepalsuan dan kepura-puraanku. Aku hanya bisa menyembunyikan airmataku yang seharusnya kuluapkan karena rapuhnya hati ini.

Sam, sungguh aku iri dengan kawan-kawan kita yang dapat tersenyum tanpa kepalsuan. Aku iri kepada mereka yang bisa leluasa bergerak dan menikmati hidup didunia ini dengan skenario yang dituliskan Tuhan. Aku juga ingin seperti mereka. Memiliki kebahagiaan dan tanpa rasa takut hadirnya kematian yang datang tiba-tiba menghampiri mereka. Aku ingin bahagia seperti mereka, aku ingin memainkan peran utama dalam teater yang aku tulis dan sutradarai sendiri jika Tuhan mengijinkan. Namun, aku hanyalah penonton dibangku terdepan! Hanya bisa duduk terdiam diantara waktu menunggu kematian.


Tuhan itu adil, katamu. Dia akan memberikan apapun yang kita butuhkan jika memang kita layak dan benar-benar membutuhkannya. Lantas apa aku tidak layak mendapatkan kebahagiaan berupa kesehatan seperti halnya kamu dan kawan-kawan yang lain? Kalau saja manusia diperbolehkan marah pada ketentuan takdir Tuhan, sudah pasti aku akan menjadi pemarah yang selalu mengumpat kesal pada ketentuanNya. Kalau saja manusia berhak menentukan takdirnya sendiri, aku pasti merancang skenario kebahagiaanku sendiri, dengan segala kecerdasan dan kemampuanku sendiri. Tapi, inilah aku dengan segala batasanku. Aku tidak sanggup untuk merancang hidupku sendiri. Aku hanya bisa diam dan bergerak sesuai kendaliNya. Aku hanya bisa tegar didepan orang lain meski itu kepalsuan. Aku hanya bisa bahagia dalam segala kebohongan dan kepura-puraan.

Sam, aku hanya ingin sembuh. Aku tidak ingin tiba-tiba nafasku terhenti sementara masih ada banyak pekerjaan dunia yang harus aku selesaikan. Aku tidak ingin jantungku berhenti berdetak sementara pemikiranku masih dibutuhkan banyak orang. Tolong kau sampaikan keinginanku pada Tuhan yang engkau percayai. Aku sudah tidak kuat menahan sakit. Aku masih ingin bercakap panjang bersamamu, menghabiskan malam-malam temaram diatas bukit sambil menikmati gemerlap kota Semarang. Aku masih ingin mencumbumu setelah menikmati kentang goreng dan sebotol bir bersamamu. Katakan pada Tuhan bahwa aku belum siap bercakap langsung denganNya. Aku belum siap.

Karya SPA

Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Perguruan Pencak Silat yang Beraliran Setia Hati (SH)

SUSU COKLAT YANG MENYEBALKAN (Cerita Jaman Sekolah Dasar)

MAKALAH HAK DAN KEWAJIBAN GURU